Kamis, 15 Oktober 2015

Kabut asap riau dan dampaknya terhadap ekonomi

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan angka itu didasarkan pada data tahun lalu.
Terungkap bahwa kerugian akibat kabut asap 2014 yang dihitung selama tiga bulan dari Februari sampai April hanya dari Provinsi Riau mencapai Rp20 triliun.
Namun dari jumlah wilayah yang terkena serta tingkat keparahan kabut asap yang terjadi tahun ini, Sutopo memperkirakan jumlah kerugian kali ini akan lebih besar.
"Ya pasti. Kalau melihat skalanya lebih luas, pasti lebih tinggi (kerugiannya). Pada 2014 terkonsentrasi terutama di Riau, sekarang lebih meluas penyebaran asapnya di Sumatera dan Kalimantan. Saya lagi menghitung ini (kerugiannya)," kata Sutopo.
Kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap tahun ini terjadi di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Perhitungan ekonomi tersebut nantinya akan berdasar pada angka produk domestik regional bruto (PDRB) bulanan masing-masing provinsi, dan membandingkan jumlah regulernya dengan pemasukan provinsi pada bulan-bulan terjadi kabut asap.

Menurut Sutopo, ada beberapa provinsi yang perhitungan kerugiannya dilakukan berdasarkan PDRB bulan Agustus dan provinsi lain pada bulan September, tergantung bulan-bulan di mana jumlah hotspot (titik api) terdeteksi paling banyak, begitu pula asapnya.
"Parah-parahnya (kabut asap) mulai 1 September. Hitungan saya lebih dari Rp20 triliun dibanding 2014," ujar Sutopo lagi.
Produk domestik regional bruto, menurut Sutopo, akan mencatat perputaran uang dalam suatu daerah. Jumlah penerbangan yang gagal terbang, hotel, industri makanan, kontrak bisnis yang batal, atau berkurangnya wisatawan akan tercermin dalam data PDRB.
Namun angka kerugian finansial ini belum memasukkan elemen kerugian dari sisi pengeluaran atau dampak kesehatan, hilangnya keanekaragaman hayati, atau perhitungan emisi gas rumah kaca.
BNPB sudah menganggarkan Rp385 miliar untuk pemadaman lahan dan hutan yang terbakar.
Dalam rapat dengar pendapat di DPR Rabu (16/9) malam, Dewan Perwakilan Rakyat juga menyetujui penambahan anggaran Rp650 miliar untuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Anggaran ini nantinya akan digunakan untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap.

Kekurangan pendapatan

PT Angkasa Pura II sebagai pengelola beberapa bandara yang terkena dampak kabut asap juga mengakui, dalam sepekan terakhir, mereka kehilangan pendapatan, terutama dari Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara atau biasa dikenal dengan passenger service charge (PSC).
"Jambi dan Pekanbaru yang paling terkena dampak. Kemarin saja di Pekanbaru ada 20 penerbangan yang batal," kata Achmad pada BBC Indonesia.
Di Jambi, rata-rata penerbangan yang batal juga sampai 20 per hari.
Tetapi di Palembang dan Pontianak, ada waktu-waktu yang jarak pandangnya bagus sehingga pesawat bisa terbang atau mendarat. Rata-rata dalam sehari, di dua bandara tersebut, bisa ada 10 penerbangan yang batal.
"Kita belum sampai menghitung dampak kerugian. Kita lebih membahasakan pengurangan pendapatan, tapi kita belum menghitung sampai ke sana. Tapi otomatis dalam seminggu itu saja ya, lumayan. Yang bisa terhitung langsung dari PSC, tapi komponen itu masuk dalam tiket, jadi kita nggak bisa mengetahui langsung. Harus dihitung dulu," ujar Achmad.
Belum lagi, jika bandara sepi penumpang, maka bisnis-bisnis yang menyewa ruang dalam bandara akan kehilangan pemasukan.

Sumber:http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150917_indonesia_kerugian_kabutasap 

Komentar : 
 Bencana asap yang terjadi di riau bukanlah yang pertama kali terjadi kejadian kebakaran hutan ini sudah terjadi beberapa kali tidak hanya di pulau sumatera bahkan di pulau kalimantan pun terjadi hal yang sama dimana asap mengepung dan mencemari udara bersih sehingga warga riau yang terkena dampak kabut asap ini mengalami penyakit pernafasan seperti ISPA. Penyakit saluran pernafasan ini banyak menyerang orang dewasa tapi lebih banyak di derita oleh anak dan balita, selain penyakit dampak lainnya adalah jarak pandang yang sangat minim sehingga sangat berpotensi terjadinya kecelakaan karena lampu utama pada kendaraan tidak dapat menembus tebalnya asap. Pengemudi pun harus berhati hati dalam menjalankan kendaraanya serta membunyikan klakson/memberikan tanda saat akan melintasi perempatan jalan karena lampu rambu lalu lintas yang ada di perempatan jalan tidak terlalu terlihat karena asap yang masih pekat di riau.
   
       Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting dan dibutuhkan karena kabut asap ini secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas warga karena tersendatnya aktifitas warga maka roda ekonomi di kawasan riau ini pun ikut terhambat. Bahkan menurut BBC kabut asap ini merugikan negara hingga lebih dari Rp. 20 triliun jumlah yang cukup banyak hanya karena pemerintah yang tidak serius untuk menangkal terjadinya asap yang sudah beberapa kali terjadi ini. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan Produk domestik regional bruto akan mencatat perputaran uang dalam suatu daerah. Jumlah penerbangan yang gagal terbang, hotel, industri makanan, kontrak bisnis yang batal, atau berkurangnya wisatawan akan tercermin dalam data PDRB.Namun angka kerugian finansial ini belum memasukkan elemen kerugian dari sisi pengeluaran atau dampak kesehatan, hilangnya keanekaragaman hayati, atau perhitungan emisi gas rumah kaca.
     
       Oleh karena itu pemerintah harus lebih serius dalam menangani dan menangkal kabut asap ini terjadi lagi karena jumlah kerugian negara tidak bisa dianggap sepele dimana dikatan rugi sebesar Rp.20 triliun bahkan jumlah yang fantastis ini dapat dipakai oleh pemerintah untuk sesuatu yang lebih baik dan menguntungkan seperti membangun infrastruktur atau membuat program - program pemerintah yang pro rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar