Minggu, 04 Mei 2014

Asas asas kewarganegaraan


Asas – Asas Kewarganegaraan

nilaian
a. Asas Ius-Sanguinis dan Asas Ius-Soli
Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat – syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat – syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.
· Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan dan hubungan darah,
artinya bahwa Kewarganegaraan seseorang adalah warga negara A karena orangtuanya adalah warganegara A.
· Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara B tersebut.
b. Bipatride dan Apatride
Dalam hubungannya antarnegara seseorang dapat pindah tempat dan berdomisili di negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang bertempat tinggal di negara lain melahirkan anak, maka status Kewarganegaraan anak ini tergantung pada asas yang berlaku di negara tempat kelahirannya dan berlaku di negara orangtuanya. Perbedaan asas yang dianut oleh negara yang lain, misalnya negara A mengenut asas ius-sanguinis sedangkan negara B mengenut asas ius-soli, hal ini dapat menimbulkan status biptride atau apatride pada anak dari orang tua yang berimigrasi diantara kedua negara tersebut.Bipatrid ( dwi Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami istri yang berstatus warga negara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka Dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis, Dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Menurut negara B yang menganut ius-soli, Dani juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di negara B dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride. Sedangkan apartride ( tanpa Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan Kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari negara manapun. Misalnya, Agus dan Ira adalah suami istri yang berstatus warganegara B yang berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegaranya. Begitu pula menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.

Sumber   :   http://www.smartraveller.gov.au/tips/dual-nationals-indonesian.html

Kewarganegaraan ganda


Kewarganegaraan multinegara
Masing-masing negara mengikuti alasan-alasan mereka sendiri dalam menetapkan kriteria mereka untuk kewarganegaraan. Setiap negara memiliki persyaratan berbeda mengenai kewarganegaraan, serta kebijakan berbeda mengenai kewarganegaraan ganda. Hukum-hukum tersebut kadang meninggalkan celah yang memungkinkan seseorang mendapatkan kewarganegaraan lain tanpa menghapus kewarganegaraan asli, sehingga menciptakan kondisi bagi seseorang untuk memiliki dua kewarganegaraan atau lebih. Berikut adalah persyaratan umum bagi seseorang untuk memperoleh kewarganegaraan di suatu negara:
Setelah kewarganegaraan diberikan, negara pemberi dapat atau tidak dapat mempertimbangkan penghapusan kewarganegaraan lamanya secara sukarela agar sah. Dalam hal naturalisasi, sejumlah negara mensyaratkan pendaftar naturalisasi untuk menghapus kewarganegaraan mereka sebelumnya. Sayangnya, penghapusan tersebut bisa saja tidak diakui oleh negara bersangkutan. Secara teknis, orang tersebut masih memiliki dua kewarganegaraan.
Misalnya, Hakim Agung Amerika Serikat John Rutledge menyatakan "seseorang boleh menikmati hak kewarganegaraan di bawah dua pemerintahan pada saat yang sama,"[5] tetapi AS mensyaratkan pendaftar naturalisasi untuk menghapus kewarganegaraan lamanya sebagai bagian dari upacara naturalisasi.[6] Untuk warga negara Britania Raya, pemerintah menghormati penghapusan kewarganegaraan hanya jika diselesaikan dengan otoritas Britania.[7] Akibatnya, warga negara Britania yang dinaturalisasi di Amerika Serikat masih menjadi warga negara Britania di mata pemerintah Britania meski sudah menghapus kewarganegaraannya untuk memenuhi persyaratan otoritas Amerika Serikat.
Republik Irlandia menyatakan hukum kewarganegaraannya terkait dengan "pulau Irlandia", sehingga juga meliputi Irlandia Utara yang merupakan teritori Britania Raya. Karena itu, siapapun yang lahir di Irlandia Utara dan memenuhi persyaratan untuk menjadi warga negara Irlandia melalui kelahiran di pulau Irlandia (atau lahir di luar Irlandia dengan orang tua berkewarganegaraan Irlandia) boleh menikmati hak kewarganegaraan Irlandia dengan melakukan hal-hal yang hanya boleh dilakukan warga negara Irlandia (misalnya memperoleh paspor Irlandia). Sebaliknya, orang yang belum melakukan hal tersebut tidak berarti bahwa mereka tidak dianggap sebagai warga negara Irlandia. Lihat hukum kewarganegaraan Irlandia dan hukum kewarganegaraan Britania Raya. Orang yang lahir di Irlandia Utara adalah warga negara Britania Raya dengan dasar yang sama sebagaimana orang yang lahir di daerah lain di Britania Raya. Orang yang lahir di Irlandia Utara boleh memilih untuk memegang paspor Britania Raya, paspor Irlandia, atau keduanya.

Bagaimana orang menjadi berkewarganegaraan ganda?

Orang dapat menjadi berkewarganegaraan ganda karena:
  • kelahiran
  • keturunan, karena orang tua atau kakek mereka adalah warga negara lain
  • menikah dengan warga negara lain
  • naturalisasi
  • diberi kewarganegaraan
  • suksesi di negara tersebut, yang dapat terjadi ketika terjadi perubahan kekuasaan.
Sumber   :   http://www.smartraveller.gov.au/tips/dual-nationals-indonesian.html
                    http://id.wikipedia.org/wiki/Kewarganegaraan_ganda


Sistem pemerintahan daerah

Sistem Pemerintahan Daerah-Otonomi Daerah

Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang menerapkan otonomi kepada daerah atau desentralisasi yang sedikit mirip dengan negara serikat/federal. Namun terdapat perbedaan-perbedaan yang menjadikan keduanya tidak sama. Otonomi daerah bisa diartikan sebagai kewajiban yang dikuasakan kepada daerah otonom untuk mengatur & mengurus sendiri urusan pemerintahan & kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan juga hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat & pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban yaitu kesatuan masyarakat hukum yg memiliki batas-batas wilayah yg berwenang mengutur dan mengatur pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai prakarsa sendiri berdasarkan keinginan dan suara masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah selain berdasarkan pada aturan hukum, juga sebagai penerapan tuntutan globalisasi yang wajib diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata & bertanggung jawab, utamanya dalam menggali, mengatur, dan memanfaatkan potensi besar yang ada di masing-masing daerah..


Sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia berdasarkan pendekatan kesisteman meliputi sistem pemerintahan pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam hubungan antarpemerintah , dikenal dengan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Konsep sentralisasi menunjukkan karakteristik bahwa semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan berada di pemerintah pusat, sedangkan sistem desentralisasi menunjukkan karakteristik yakni sebagian kewenangan urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban pemerintah, diberikan kepada pemerintah daerah. Sistem desentralisasi pemerintahan tidak pernah surut dalam teori maupun praktik pemerintahan daerah dari waktu ke waktu. Desentralisasi menjadi salah satu isu besar yakni to choose between a dispension of power and unification of power. Dispension of power adalah sejalan dengan teori pemisahan kekuasaan dari John Locke. Berdasarkan tujuan desentralisasi, yaitu:
1. untuk mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil bidang pemerintahan di tingkat local;
2. meningkatkan dukungan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan local; 3. melatih masyarakat untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri; dan
4. mempercepat bidang pelayanan umum pemerintahan kepada masyarakat.

Dasar Hukum mengenai Otonomi Daerah
  • UUD 1945, Pasal 18, 18A, dan 18B
  • UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
  • UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah Daerah
  • Tap MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangaka NKRI
  • Tap MPR No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Berikut Ketentuan mengenai Pemerintah Daerah dalam BAB VI PEMERINTAH DAERAH Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.** )
(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.**)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.** )
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.**)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.** )
(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.** )

Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.**)
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.** )

Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.**)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.** )

Sistem Pemerintahan Daerah

Sistem pemerintahan daerah begitu dekat hubungannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah diterapkan di Indonesia. Jika sebelumnya semua sistem pemerintahan bersifat terpusat atau sentralisasi maka setelah diterapkannya otonomi daerah diharapkan daerah bisa mengatur kehidupan pemerintahan daerah sendiri dengan cara mengoptimalkan potensi daerah yang ada. Meskipun demikian, terdapat beberapa hal tetap diatur oleh pemerintah pusat seperti urusan keuangan negara, agama, hubungan luar negeri, dan lain-lain. Sistem pemerintahan daerah juga sebetulnya merupakan salah satu wujud penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. Sebab pada umumnya tidak mungkin pemerintah pusat mengurusi semua permasalahan negara yang begitu kompleks. Disisi lain, pemerintahan daerah juga sebagai training ground dan pengembangan demokrasi dalam sebuah kehidupan negara. Sistem pemerintahan daerah disaradi atau tidak sebenarnya ialah persiapan untuk karir politik level yang lebih tinggi yang umumnya berada di pemerintahan pusat.

Lalu apa sebarnya pengertian sistem dan sistem pemerintahan?  Baca selengkapnya >> pengertian sistem pemerintahan

UU no 32 tahun 2004
Kelahiran undang-undang ini dilatarbelakangi dengan adanya perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan otonomi daerah. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 ini, dalam penyelenggaraan otonomi menggunakan format otonomi seluas-luasnya. Artinya, azas ini diberlakukan oleh pemerintah seperti pada era sebelum UU Nomor 5 Tahun 1974. Alasan pertimbangan ini didasarkan suatu asumsi bahwa hal-hal mengenai urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh daerah itu sendiri, sangat tepat diberikan kebijakan otonomi sehingga setiap daerah mampu dan mandiri untuk memberikan pelayanan demi meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. Kontrol pusat atas daerah dilakukan dengan mekanisme pengawasan yang menunjukkan formulasi cukup ketat dengan mekanisme pengawasan preventif, represif, dan pengawasan umum. Proses pemelihan kepala/wakil kepala daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tidak lagi menjadi wewenang DPRD, melainkan dilaksanakan dengan pemilihan langsung yang diselenggarakan oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum daerah (KPUD).


Pemerintahan daerah sesuai pasal 1 huruf d UU no. 22 tahun 1999 adalah  penyelenggara pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan juga DPRD menurut azaz desentralisasi.

Menurut UU no. 32  tahun 2004 pada pasal 1ayat 2, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ayat 3 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
ayat 4.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Penyelenggaraan Pemerintahan
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas:
asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas tertib penyelenggara negara, asas proporsionalitas, asas keterbukaan, asas akuntabilitas, asas efektivitas, asas profesionalitas, dan asas efisiensi.
Daerah Otonom
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
OTONOMI DAERAH
Pengertian Otonomi Daerah - sesuai Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mendefinisikan otonomi daerah sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan juga mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

a. Kewenangan Otonomi Luas
Kewenangan otonomi luas berarti keleluasaan daerah untuk melaksanakan pemerintahan yang meliputi semua aspek pemerintahan kecuali bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, peradilan, agama, moneter & fiscal serta kewenangan pada aspek lainnya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Disisi lain keleluasaan otonomi meliputi juga kewenangan yang utuh & bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian hingga evaluasi.
b. Otonomi Nyata
Otonomi nyata berarti keleluasaan daerah untuk menjalankan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada & diperlukan serta tumbuh hidup & berkembang di daerah.
c. Otonomi Yang Bertanggung Jawab
Otonomi yang bertanggung jawab berarti berwujud pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak serta kewenangan kepada daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah berupa , pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang sehat antara pusat & daerah serta antar daerah dalam usaha menjaga Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat & daerah yaitu :
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur & mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
Tugas perbantuan yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah & atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan & mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Hakekat, Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
a. Hakekat Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya merupakan upaya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara melaksanakan pembangunan sesuai dengan kehendak & kepentingan masyarakat. Sehubungan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkaitan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik & pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah & pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah dan juga jenis & besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang menunjukan gambaran statistik perkembangan anggaran & realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran & analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)

b. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan utama dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah adalah membebaskan pemerintah pusat dari urusan yang tidak seharusnya menjadi pikiran pemerintah pusat. Dengan demikian pusat berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro (luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat. Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terdapat tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah & desentralisasi fiskal, yaitu:
  • Meningkatkan kualitas & kuantitas pelayanan publik & kesejahteraan masyarakat.
  • Memberdayakan & menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
  • Menciptakan efisiensi & efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.

Kemudian tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada intinya hampir sama, yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan & hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa & peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, & bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan & kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat & campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

c. Prinsip Otonomi Daerah
Berdasarkan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah sebagai berikut :
  • Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek keadilan, demokrasi, pemerataan serta potensi & keaneka ragaman daerah.
  • Pelaksanaan otonomi daerah dilandasi pada otonomi luas, nyata & bertanggung jawab.
  • Pelaksanaan otonomi daerah yang luas & utuh diletakkan pada daerah & daerah kota, sedangkan otonomi provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
  • Pelaksanaan otonomi harus selaras konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat & daerah.
  • Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten & derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Begitu juga di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah.
  • Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan & fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi pengawasan, fungsi legislatif, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah
  • Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
  • Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.

Hak dan Kewajiban Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak:
a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
b. memilih pimpinan daerah;
c. mengelola aparatur daerah;
d. mengelola kekayaan daerah;
e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;
g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan
h. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam Peraturan perundangundangan.

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban:
a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mewujudkan keadilan dan pemerataan;
e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
h. mengembangkan sistem jaminan sosial;
i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
k. melestarikan lingkungan hidup;
l. mengelola administrasi kependudukan;
m. melestarikan nilai sosial budaya;
n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya; dan
o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengawasan terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pengawasan yang dianut menurut undang-undang no 32 tahun 2004 meliputi dua bentuk pengawasan yakni pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintah di daerah dan pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan ini dilaksanakan oleh aparat pengawas intern pemerintah. Hasil pembinaan dan pengawasan tersebut digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh pemerintah dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau gubernurselaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembega pemerintah non-departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mmenteri Dalam Negeri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi, serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten / kota.
Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan perataturan kepala daerah, pemerintah melakukan dua cara sebagai berikut.
1. Pengawasan terhadap rancangan perda yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR, sebelum disyahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda Provinsi, dan oleh gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota. Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal.
2. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah di luar yang termuat di atas, peraturan daerah wajib disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk provinsi dan gubernur untuk kabuapten/kota, untuk memperoleh klarifikasi terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan lain yang lebih tinggi dan sebab itu dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah apabila ditemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran. Sanksi yang dimaksud antara lain berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan yang ditetapkan daerah, sanksi pidana yang diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
 
Sumber   :   http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/07/sistem-pemerintahan-daerah.html

Sistem pemerintahan presidensial


Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
  • Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
  • Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
  • Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:
  • Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
  • Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.
  • Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
  • Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:
  • Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
  • Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
  • Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas
  • Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

·         Presiden adalah penyelenggara negara.
·         Presiden menjabat dua jabatan sekaligus yaitu kepala negara dan kepala pemerintahan.
·         Parlemen tidak memilih presiden, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
·         Menteri-menteri dipilih langsung oleh presiden menjadi sebuah kabinet yang bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
·         Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen secara presiden tidak dipilih oleh parlemen.
·         Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
·         Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
·         Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Sumber   :   http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_presidensial
                    http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/03/Ciri-ciri-Sistem-             Pemerintahan-Presidensiil-dan-Parlementer.html